Lelaki Berdada Sunyi
Oleh: Melkianus Tay Ndapa Rengu
Betapa sulitnya! Lelaki itu, berulangkali merakit senyum, dengan hati kecut berbalut kecemasan. Dalam gemuruh rasa, memuncaki cerita kehilangan. Dan belati itu, menikamnya berulang-ulang. Dulu pernah mencoba tersenyum, seikhlas mungkin, di atas perih yang paling nyeri, di atas ketiadaan yang paling hilang. dan... Hampir semua yang datang, menghantarkan pernik-pernik kesedihan. Ada getir, yang diam-diam menjadi zikir. Untuk kesekian kali, doa-doa ranum tercatat pada rentang waktu, sembari menghampar luka-luka, yang dikeringkan waktu. Mengais sisa harapan, di antara timbunan dendam. Mengubur angan, menyerah pada diam. Mengutuk kesunyian, sebagai sebab perusuh waktu. Menyongsong badai, menyerahkan diri pada kematian, asa terlalu dini. Bunuh diri secara perlahan, akar-akar laknat menelusuri, nisan tak bertuan. Lelaki itu, menggali kuburan, bagi jasad sang pemimpi. Langkah lunglai, menziarahi makam ingatan. Lalu menjamah ribuan ketakutan, untuk menaburi pusara sunyi. Tempat kembali segala doa kekasih.