Masyarakat Konbaki TTS Protes Ganti Rugi Lahan Bendungan Temef tak Sesuai Kesepakatan

SOE – Meski pengerjaan bendungan Temef yang berada di Kecamatan Polen, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) telah mendekati tahap penyelesaian, sejumlah masyarakat di Desa Konbaki, Kecamatan Polen yang sebelumnya ikut mendukung kini menyampaikan protes karena menilai pembayaran ganti rugi hak atas lahan tidak dilakukan sesuai kesepakatan awal.

Sebagaimana disampaikan Edi Fina, salah satu warga Desa Konbaki, Kecamatan Polen, Kabupaten TTS saat bersama sejumlah warga bertemu sejumlah awak media di lokasi Bendungan Temef pada Senin (15/01/2024), pihak pemerintah malah tiba-tiba menandai lokasi bendungan sebagai lokasi yang masuk kawasan kehutanan, padahal sejarah dan keberadaan sejumlah kuburan milik leluhur mereka di lokasi tersebut telah membuktikan kepemilikan masyarakat selama 7 generasi sejak zaman penjajahan Belanda.

Padahal, jelas Edi Fina, pada tahap awal pembangunan Bendungan Temef di tahun 2017, pemerintah mengakui tanah tersebut bukan kawasan kehutanan melainkan milik masyarakat sehingga pembayaran ganti rugi atas tanah lokasi pembangunan bendungan telah berlangsung selama 4 tahap hingga tahun 2021.

“Tapi saat mau bayar tahap kelima, pemerintah mendadak mengklaim tanah lokasi bendungan sebagai hak milik pemerintah atau kawasan hutan.” jelas Edi Fina.

Sesuai informasi yang disampaikan warga kepada media ini, pihak pemerintah berencana melakukan pembayaran tahap ke-5 hanya sebagai kompensasi sehingga saat ini warga setempat bersikeras menunda pembersihan dan pengisian air bendungan karena merasa dirugikan.

“Kami minta pemerintah bisa menyikapi pengeluhan masyarakat sehingga bisa diselesaikan dengan baik. Karena jujur kami tidak akan mau untuk dibayar dengan kompensasi, karena kalau dari awal kesepakatan untuk bayar secara kompensasi maka kami pasti tidak mau dari awal juga.” ungkap Edi Fina.

Senada dengan Edi Fina, Yunus Kese yang mengakui jika dirinya juga salah satu anak asli Desa Konbaki yang menyesalkan perubahan sikap pemerintah dalam pembayaran ganti rugi ikut merasa kecewa karena awalnya pemerintah juga mengakui tanah tersebut sebagai milik masyarakat.

“Kami meminta pemerintah merespon keluhan masyarakat dan menyelesaikannya dengan baik. Kami tidak akan menerima kompensasi, karena kesepakatan awal tidak seperti itu.” ungkap Yunus.

Yunus juga menyoroti rencana pembayaran kompensasi untuk kuburan, yang menurutnya belum ada kejelasan. Awalnya, ungkap Yunus, setiap satu kuburan seharusnya dikompensasi dengan uang sejumlah Rp8 juta 650 ribu namun informasi terbaru menyebutkan hanya Rp5 juta 700 ribu yang akan diterima.

Lebih lanjut, Egidion Tefnai, tokoh adat dan kepala dusun 3 Desa Konbaki ikut membenarkan bahwa tanah tersebut sesuai kesepakatan awal adalah milik masyarakat, bukan kawasan kehutanan.

Karena itu, lanjut Egidion Tefnai, masyarakat menuntut pemerintah untuk secepatnya mengklarifikasi dan menyelesaikan persoalan ganti rugi lahan secara adil.

(Rhey Natonis)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *