14 Dinas Pendidikan di NTT Naik Level Kepatuhan Pelayanan Publik

Hasil penilaian kepatuhan pelayanan yang dilakukan Ombudsman RI Perwakilan Provinsi NTT kepada seluruh Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT menunjukkan terdapat 14 Dinas Pendidikan kabupaten/kota yang dinyatakan naik level kepatuhan pelayanan publik dalam tahun 2024.

Dalam rilisnya, Ombudsman RI Perwakilan NTT membeberkan fakta bahwa dari 22 kabupaten/kota di NTT, ada 14 Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota di NTT yang mencatatkan peningkatan nilai kepatuhan antar zonasi dari tahun sebelumnya.

Hal ini disampaikan Kepala Perwakilan Ombudsman RI Perwakilan Provinsi NTT, Darius Beda Daton melalui Kepala Keasistenan Pencegahan Maladministrasi Ola Mangu Kanisius pada Selasa (19/11/2024) pagi.

Disampaikannya, hasil penilaian tahun 2023 memberi potret yang memperlihatkan tidak terdapat Dinas Pendidikan dengan kategori A (kualitas tertinggi) dan B (kualitas tinggi).

Tercatat pula ada 11 Dinas Pendidikan dengan kategori C (kualitas sedang), 10 Dinas Pendidikan dengan kategori D (kualitas rendah) dan 2 Dinas Pendidikan yang masuk dalam kategori E (kualitas terendah).

Sementara di tahun 2024 ini, perubahan justeru terjadi cukup menggembirakan.

“Hasil penilaian kepatuhan tahun 2024 memberi gambaran 2 Dinas Pendidikan dengan kategori A (kualitas tertinggi) dan 5 Dinas Pendidikan dengan kategori B (kualitas kinggi).” ungkap Ola Mangu Kanisius.

Sementara 13 Dinas Pendidikan, lanjut dia, tercatat kategori C (kualitas sedang) dan 2 Dinas Pendidikan dengan kategori D (kualitas rendah).

“ Tidak terdapat Dinas Pendidikan dengan kategori E (kualitas terendah) seperti tahun 2023 lalu.” ungkap Ola Mangu Kanisius.

Mengenai dinas dengan kategori A atau kualitas tertinggi, lanjut dia, diperoleh 2 Dinas Pendidikan yakni pertama Dinas Pendidikan Kabupaten TTU (89,56) dan Dinas Pendidikan Kota Kupang (88,88).

Padahal sebelumnya tahun 2023, kedua dinas ini memperoleh predikat zona kuning kategori C (kualitas sedang).

Predikat zona hijau kategori B (kualitas tinggi) ditempati 5 Dinas Pendidikan yakni Sumba Barat (87,84), Manggarai Barat (85,91), Nagekeo (81,17), Sikka (79,41), sebelumnya keempat Dinas Pendidkan ini memperoleh predikat zona merah dan Manggarai (78,41) dari tahun sebelumnya berada pada zona kuning kategori C (kualitas sedang).

“Nilai Kepatuhan Dinas Pendidikan Sumba Barat naik signifikan dari tahun sebelumnya bersama Nagekeo ada di zona merah kategori E (kualitas terendah) tahun ini masuk ke zona hijau kategori B (kualitas tinggi).” jelas Ola Mangu.

Tahun ini terdapat 13 Dinas Pendidikan zona kuning dengan kategori C (kualitas sedang), 6 diantaranya pada tahun 2023 berada pada zona yang sama yakni Manggarai Timur (74,85) Ende (74,73), Kab. Kupang (74,44), Lembata (69,47), Rote Ndao (65,80) dan Alor (56,35). Sementara 7 Dinas Pendidikan naik dari zona merah dengan kategori D (kualitas rendah) ke zona kuning kategori C (kualitas sedang). 7 Dinas Pendidikan tersebut adalah TTS (76,80), Ngada (74,01), Sumba Barat Daya (66,35), Flores Timur (65,99), Belu (64,14), Sumba Timur (58,22) dan Malaka (56,00).

Sementara itu, predikat zona merah dengan kategori D (kualitas rendah) ditempati oleh 2 Dinas Pendidikan yakni Sumba Tengah (44,53) dan Sabu Raijua (42,53).

“Dinas Pendidikan Sumba Tengah tetap bertahan di zona merah, sedangkan Dinas Pendidikan Sabu Raijua terjun dari zona kuning ke zona merah” tambah Ola Mangu.

Sebelumnya Perwakilan Ombudsman RI Provinsi NTT melakukan pendampingan terhadap 12 Dinas Pendidikan Kabupaten yang masuk zona merah pelayanan publik pada tahun 2023 melalui rapat koordinasi (rakor) penerapan standar pelayanan publik dan sistem pengelolaan pengaduan di Kupang, Rabu 3 April 2024.

“Pendampingan dilakukan untuk mendorong penerapan standar pelayanan publik dan sistem pengelolaan pengaduan 12 (dua belas) Dinas Pendidikan Kabupaten yang memperoleh nilai kepatuhan dalam interval 0-53.99 (Zonasi Merah) pada tahun 2023, guna pembenahan dimensi penilaian (input, proses dan pengaduan) tahun 2024.” jelas Ola Mangu Kanisius.

Dimensi penilaian meliputi dimensi input (kompetensi pelaksana serta sarana dan prasarana), dimensi proses (standar pelayanan), dimensi output (persepsi maladministrasi), dan dimensi pengaduan (pengelolaan pengaduan).

“Secara umum zonasi merah pelayanan publik disebabkan belum optimalnya pemenuhan indikator kompetensi pelaksana dan sarpras pada dimensi input, indikator tangibilitas standar pelayanan pada dimensi proses, serta pelembagaan sistem pengelolaan pengaduan pada dimensi pengaduan.” tutup Ola Mangu.

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *