Kepada Laki-laki Atoin Meto

Kepada Laki-laki Atoin Meto

Oleh: Honing A. Bana

 

Atas nama 91 helai daun ampupu,
bisakah kau bersumpah untukku?

Jangan pernah pendam derita, 
531 jiwa; 
Atoin meto di dadamu saja.

Maka lepaskan dia, 
biarkan dada ini merasa terhina, 
lalu berontak.

Kita telah berkaca pada sejarah, 
oleh karenanya kita tahu; 
Sejarah kita, 
adalah sejarah perlawanan.

Sebelum tarian perang itu berubah, 
sebagai tarian menyambut tamu; 
tarian kita, 
adalah tarian penuh kemenangan.

Maka tak usah kita menepuk dada, 
sambil berlomba menjadi manusia paling sopan, 
lalu membiarkan para penindas itu, 
merampas tanah kita sepetak demi sepetak.

Sesungguhnya, 
tanah dipantai selatan, 
hingga di puncak mutis itu, 
bukan tak bertuan.

Bersumpahlah...
Disana dahulu tanah-tanah kita, 
dihuni para usif dan meo, 
tak ada yang penakut sepertimu.

Kepada kau, 
laki-laki atoin meto;
 
harga diri kita adalah sama; 
menyatu pada tubuh perempuan, 
dan tersimpan dalam sejingkal tanah, 
tempat kita mengubur ari-ari dan kenangan.

Harga diri kita abadi, 
tak goyah di hantam lautan, 
hingga topan dan bebatuan.

Maka begini seharusnya kita bertanya: 
apakah sebanding harga diri kita, 
dengan uang dan tambang? 

Apakah harga diri harus ditentukan, 
oleh definisi kesejahteraan,
para penindas itu?

Maka begini jawabannya; 

jika sejahtera harus menunduk, 
dan membiarkan tanah kita dirampas, 
oleh para investor, 
maka tangkap aku sebagai pemberontak,
yang melawan karena pembangkangan.

Sungguh, membangkang lebih terpuji, 
dari pada bersama pemerintah, 
menumpas hutan adat, 
lalu menghina perempuan-perempuan pemberani, 
tanpa merasa berdosa.

Jika sejahtera harus melalui 
belas kasihan pemerintah, 
harus meninggalkan tanah dan lumbung; 
maka tuduhlah aku, 
sebagai provokator yang dicari.

Sungguh, 
menjadi provokator lebih mulia, 
dari pada bersama para pejabat, 
menumpas hutan adat; 
lalu menuduh perlawanan perempuan, 
sebagai tak berbudaya.

Kepada kau laki-laki Atoin meto; 
bukankah ayahmu adalah lelaki, 
yang menyunting perbukitan? 

Maka padamu,  
anak yang dibesarkan, 
dari bukit dan sungai; 

jangan biarkan suaramu tersisih, 
dengan harga diri yang tergadai.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *