Bayi: Menggemaskan namun Dikemasi lalu Buang
Hari ini, Selasa (01/04) kabar buruk datang dari kota Kupang, seorang bayi laki-laki ditemukan di halaman rumah warga Kayu Putih Kecamatan Oebobo. Masalah ini selanjutnya akan ditelusuri, ditelisik, disidik dan semoga ada penindakan oleh pihak Kepolisian agar pelakunya dapat ditangkap dan kepadanya berlaku hukum yang adil dan bijaksana.
Masalah membuang bayi atau menelantarkan bayi bukan hal baru, namun selalu menggemaskan pada siapa pun yang mendengar, membaca berita, atau bahkan menyaksikan sendiri perbuatan itu. Mungkin juga sebagaimana video yang beredar berdurasi lebih dari 2 menit. Video itu dibuat oleh seseorang ketika bayi sedang telentang di tempat yang tidak seharusnya, tidak layak untuk seorang bayi. Bukan saja orang tua bayi itu yang dikecam, tetapi pembuat video itu pun dikecam dengan kegemasan. Menggemaskan oleh karena ada perasaan yang mengandung unsur kecewa dan jengkel cenderung marah pada orang yang membuang bayinya, demikian halnya pada orang yang membuat video dan memviralkan. Demi konten, si pembuat video rela membiarkan bayi itu telentang dalam durasi yang lebihh dari 2 menit.
Menggemaskan pula oleh karena tubuh mungil dari bayi yang dibuang (mungkin diletakkan baik-baik dalam kemasan/bungkus/dikarduskan/dikotakkan). Tubuh mungil itu pasti sakit dan tentu rawan terhadap penyakit.
Bila orang menemukan bayi yang dibuang, pertanyaan muncul dengan jawaban yang direka-reka. Pertanyaan mengapa orang rela membuang bayi yang justru telah dikandung dan dilahirkan dengan memikul sakit bersalin yang membahayakan diri?
Jawabannya pun beragam. Hasil penelusuran sumber-sumber berita tentang pembuangan bayi, ditemukan beberapa alasan sebagai berikut:
- Faktor tekanan ekonomi. Seseorang atau dapat saja sepasang suami-isteri bersepakat untuk membuang bayinya (bayi mereka) atas alasan kondisi ekonomi yang sulit. Dia (mereka) tidak mampu untuk membiayai anak yang dilahirkan ketika tekanan ekonomi yang kuat.
- Tidak siap menjadi orang tua. Menjadi orang tua (ayah, dan terlebih ibu) bagi satu anaeorang perempuan telah siap menjadi ibu, buktinya telah mampu melakukan hubungan badan layaknya suami-isteri, mengandung dan melahirkan. Sayangnya, tidak siap secara psikologis (mental).
- Hubungan di luar nikah. Hamil di luar pernikahan sah menyebabkan orang menjadi malu. Rasa malu itu mengantarkan pada sikap yang cenderung mengurung diri, trauma, dan lain-lain. Maka, ketika bayi lahir terpaksa dibuang untuk menutup rasa malu.
- Korban rudapaksa (pemerkosaan). Trauma. Perempuan yang mengalami rudapaksa akan trauma terlebih ketika mendapati dirinya hamil. Ia tidak siap dan tidak menerima bayi yang ada di dalam kandungannya.
- Tekanan emosional. Depresi, masalah rumah tangga, gangguan mental dan lain-lain hal yang sifatnya psikologis.
- Degradasi moral. Moral anak manusia dalam kapasitas sebagai perempuan yang sedang hamil sedang terkikis dan melorot.
Semua alasan di atas menjadi penyebab seorang bayi dibuang sesaat sesudah dilahirkan. Tindakan paling tragis dari beragam alasan ini yakni menjadikan bayi itu jenzah. Tragedi pada bayi yang sama sekali tidak mengetahui tentang segala macam penyebab keberadaan dirinya hingga dibuang dan atau justru hendak dilenyapkan.
Artikel ini tidak sedang mengajak pembacanya agar mau memahami dan menerima begitu saja fakta bahwa seseorang perempuan (atau sepasang suami-isteri) membuang anak/bayi. Artikel ini bertujuan mencoba menawarkan pendekatan berbeda bila seseorang perempuan muda yang hamil lantas mengalami hal-hal sebagaimana alasan faktor penyebab dibuangnya anak/bayi.
- Kita mulai dari rumah tangga. Siapakah orang tua yang dengan sukacita menerima anak gadisnya hamil di luar pernikahan? Siapakah orang tua yang tidak kecewa dan marah ketika anak gadisnya diperkosa sehingga membekaskan trauma dan lagi sampai hamil? Beberapa pertanyaan lain dapat diajukan yang ditujukan kepada para orang tua. Jadi, pendidikan (agama dan) moral dimulai dari dalam keluarga. Keteladanan orang tua menjadi faktor primer bila menghendaki anak-anak memiliki iman dan moral yang kuat. Di samping keteladanan, keterbukaan dalam komunikasi antar anggota keluarga. Orang tua dan anak harus dalam komunikasi yang terbuka. Orang tua bukanlah hakim di dalam rumah (keluarga) yang dengan mudah memvonis kesalahan atau menyalahkan. Orang tua menjadi pembijak yang memperhatikan, menelisik secara cermat apa saja yang sedang terjadi pada anak (anak-anak). Perubahan sikap dan perilaku menjadi perhatian orang tua. Jika anak periang tetiba menjadi pemurung, suka mengurung diri di dalam kamar, tidakkah itu telah terjadi perubahan padanya? Jika anak menyendiri, apa yang perlu dilakukan orang tua agar dapat berbaur? Jika anak pendiam, bukankah orang tua mesti selalu mengajak berbicara sehingga ia terbiasa? Dan masih banyak hal yang dapa dilakukan orang tua pada anak sebagai pendekatan bijak agar anak merasakan kenyamanan berada di rumah, menjadi keluarga dan rumah sebagai “sorga” yang dirindukan. Sementara itu, pada sisi anak, baiklah menjadi anak yang ketika beranjak remaja, perubahan-perubahan fisik-biologis tidak dapat dihindarkan, maka berceritalah. Berceritalah mula-mula dengan orang tua, baik ayah maupun ibu. Berceritalah dengan kakak atau adik, saudara sepupu, bahkan paman-bibi hingga kakek-nenek pun demikian adanya. Hal ini mendorong keterbukaan komunikasi yang mengantarkan pada solusi yang kiranya akan ditemukan bila berhadapan dengan masalah di luar lingkungan rumah (keluarga).
- Dunia Pendidikan. Dunia pendidikan formal dan non-formal. Kita mengetahui ada jalur pendidikan informal (di dalam keluarga) telah diurai di depan. Selanjutnya kita mengetahui ada jalur pendidikan formal dan non-formal. Kedua jalur pendidikan ini mempunyai peran penting dalam kerangka edukasi pencegahan aksi immoral ketika mempunyai anak lalu dibuang (atau bahkan dibunuh). Jika pendidikan informal di dalam keluarga bersifat oral yang tidak sistematis, maka pendidikan formal pastilah sistematis. Ada perencanaan yang kuat dalam kerangka pembelajarannya dengan mengacu pada tujuan yang hendak dicapai. Maka, langkah-langkah seperti: pendidikan agama (religi), moral dan karakter. Pembelajaran yang menekankan aspek keagamaan/kerohanian; faktor iman menempati posisi penting yang diikuti etika yang kuat. Orang beriman baiklah beretika dan bermoral.Pembelajaran yang menekankan karakter hal-hal seperti: kasih-sayang, simpati, empati, harkat kemanusiaan, dan tanggung jawab. Dunia pendidikan formal dapat menyajikan pendidikan seksualitas yang komprehensif, dengan memperhatikan sungguh-sungguh perkembangan fisik dan psikis peserta didik. Secara komprehensif hal-hal seperti merawat tubuh, kesehatan reproduksi, alat kontrasepsi, perubahan-perubahan yang terjadi seiring bertambahnya umur dan fisik; tanggung jawab dalam hubunga seks dan resiko kehamilan baik di luar nikah maupun dalam pernikahan. Selain pendidikan agama, moral, etika dan seksologi yang komprehensif, diperlukan pendidikan yang meningkatkan kesadaran akan hak dan perlindungan pada anak. Dunia pendidikan formal harus menyediakan Konselor (layanan konseling) bukan sekadar ada, tetapi berperan dalam layanan konseling yang menyadarkan dan menghargai tubuh sendiri dan orang lain.
- Pendidikan non-formal dapat dilakukan oleh lembaga pemerintahan dan non-pemerintahan. Baik lembaga pemerintah maupun lembaga non-pemerintah dapat melakukan edukasi pencegahan (tindakan preventif) sehingga tidak terjadi membuang bayi, menyia-nyiakan hingga membunuh bayi. Sama seperti pendidikan formal, edukasi tentang kesehatan reproduksi, perencanaan keluarga dan konsekuensi hukum yang berharga bila telah berkeluarga, dan atau sebaliknya berdampak “buruk” sebagai tindak pidana bila melakukan sesuatu yang sifatnya melanggar etika, norma dan nilai. Tindakan hukum pada mereka yang melakukan perbuatan tercela seperti membuang bayi, tentulah harus bersifat mendidik, maka diperlukan upaya penyadaran, perlindungan dan rehabilitasi
Demikian catatan ringkas ini. Semoga bermanfaat.
Sumber:
- https://kupangberita.com/2025/04/01/miris-pembuangan-bayi-di-kupang-kembali-terjadi-warga-kayu-putih-temukan-bayi-di-depan-rumah/#google_vignette
- Berbagai sumber lainnya
Heronimus Bani