Dampingi Warga Budi Daya Komoditi Lokal, Camat Bureni Produksi Kopi Amfoang

Oleh: Simon Seffi

Camat Bureni Bantu Jual Komoditi Milik Masyarakat

Sebelum menjadi Plt. Camat Amfoang Tengah pada November 2019 dan kemudian menjadi Camat definitif dua bulan setelahnya, Prayudin Bureni adalah penyuluh pertanian di Kecamatan Amfoang Selatan. Bureni kemudian dipindahkan sebagai penyuluh pertanian ke Amfoang Tengah pada akhir 2018, setahun sebelum kemudian menjabat camat hingga saat ini.

Sejak masih menjadi penyuluh pertanian, Bureni selalu membantu menjualkan komoditi hasil pertanian milik masyarakat. Bureni biasanya menghubungkan teman-temannya yang ada di kota Kupang, atau pengepul yang dikenalnya, dengan warga yang hendak menjual hasil pertanian seperti jeruk keprok dan kopi, termasuk hasil hutan non kayu seperti madu hutan. Banyak warga yang biasanya menitipkan komoditi mereka untuk dibawa Bureni saat ke Kota Kupang. Warga baru menerima uang setelah komoditinya diambil oleh pembeli dari Bureni.

Prayudin Bureni, Camat Amfoang Tengah.

Bahkan pada tahun 2017, saat masih menjadi penyuluh pertanian di Kecamatan Amfoang Selatan, Bureni pernah turun tangan menjual sendiri jeruk keprok milik warga. Jeruk keprok yang berlimpah saat itu langsung dibawa Bureni ke Pasar Inpres Naikoten, kota Kupang untuk dijual.

Dampingi Masyarakat Budi Daya Kopi dan Jeruk Keprok

Sejak sebelum menjadi camat, Bureni sudah mendampingi masyarakat untuk membudidayakan kopi arabika dan jeruk keprok.

Khusus di wilayah Kecamatan Amfoang Tengah, masyarakat sudah menikmati hasil dari jeruk keprok yang dibudidayakan sejak tahun 2018. Dari tahun 2018, dilanjutkan dengan saat dirinya menjabat Camat Amfoang Tengah, sudah 75 hektar lahan yang ditanami jeruk keprok. 75 hektar lahan itu, menyebar di empat desa (Bonmuti, Binafun, Bitobe, dan Fatumonas)  yang ada di Amfoang Tengah. Kini, jeruk keprok sudah rutin dipanen dari 10 hektar lahan jeruk yang ada.

Sementara kopi arabika yang dikembangkan di empat desa di Amfoang Tengah sudah mencapai sekira 100 hektar saat ini. Camat Bureni kepada media ini beberapa waktu lalu menjelaskan, saat awal menjabat Camat, sudah ada tanaman kopi sebanyak 58 hektar di wilayah Kecamatan Amfoang Tengah. Setelah jadi camat, Bureni bersama masyarakat sudah membudidayakan lebih dari 40 hektar kopi yang saat ini juga sudah mulai dipanen.

Camat Bureni mengakui, dirinya juga meminta para kepala desa agar mengarahkan penggunaan dana desa untuk pembudidayaan kopi dan jeruk keprok melalui bidang pemberdayaan karena kedua komoditi tersebut merupakan potensi pertanian yang ada di Amfoang Tengah.

UMKM Istana Hijau Lelogama Produksi Kopi Arabika Amfoang

Kopi Arabika Amfoang merupakan brand kopi lokal asal Amfoang, Kabupaten Kupang, NTT yang diproduksi oleh UMKM Istana Hijau Lelogama. Prayudin Bureni yang saat ini menjabat Camat Amfoang Tengah adalah owner UMKM tersebut.

Saat ini, Kopi Arabika Amfoang selalu disuguhkan pada setiap tamu yang berkunjung atau berkegiatan di Kantor Kecamatan Amfoang Tengah. Banyak keluarga di Amfoang Selatan dan Amfoang Tengah yang juga menyuguhkan Kopi Arabika Amfoang produksi UMKM Istana Hijau Lelogama kepada tamu mereka. Sejumlah kios di Amfoang Tengah dan Amfoang Selatan sudah menjual Kopi Arabika Amfoang. Di Kota Kupang, Kopi Arabika Amfoang  dititipkan di Cofee Timor dan Ole-ole Khas Timor.

Meski tempat produksi kopi Arabika Amfoang berada di Kota Kupang, seluruh biji kopi yang menjadi bahan mentahnya diambil dari 6 desa di wilayah Amfoang. Sudah sejak Juni tahun 2019, sejak kopi Arabika Amfoang mulai diproduksi, Camat Bureni rutin membeli kopi dari lahan milik masyarakat di Desa Lelogama, Desa Leloboko, dan Desa Oelbanu di wilayah Kecamatan Amfoang Selatan. Di Amfoang Tengah, biji kopi dibeli dari Desa Bitobe, Desa Fatumonas, dan Desa Binafun.

Setelah diolah, Kopi Arabika Amfoang yang telah mengantongi sertifikat halal dari MUI (Majelis Ulama Indonesia) ini dikemas pada bungkusan yang memiliki keterangan asal tempat biji kopi ditanam.

Saat ini, masyarakat selalu membawa biji kopi kepada camat Bureni untuk dibeli. Biji kopi yang dibeli adalah yang sudah dikelupas kulit arinya. Camat Bureni membayar dengan harga Rp25 ribu setiap kilogram.

Setelah diolah menggunakan penggorengan oven agar kematangannya merata, Kopi Arabika Amfoang dalam kemasan yang paling kecil, sekira 20 gram, dijual dengan harga Rp10 ribu per 3 sachet. Yang dikemas dalam bungkusan lebih besar dijual dengan harga lebih mahal.

Meski harganya relatif mahal dibanding kopi bubuk lain yang sudah lebih dulu beredar di kios-kios, Kopi Arabika Amfoang kini kian diminati.

Rasa Kopi Arabika Amfoang yang pahit dengan sedikit rasa asam yang membekas melengkapi aromanya yang pekat, memang cocok jadi teman saat berdiskusi. Saat sendiri dan berpikir atau merenungi sesuatu, Kopi Arabika Amfoang juga cocok jadi teman.

Bisa jadi, selain untuk membantu masyarakat, mungkin itu juga jadi tujuan Camat Bureni memproduksi Kopi Arabika Amfoang. Biar jadi teman saat kongko-kongko dan berdiskusi soal Amfoang. Dalam sendiri, biar jadi teman ketika merenung, biar jadi teman ketika berpikir. Seperti semacam tagline yang terbaca pada kemasannya, Kopi Arabika Amfoang: Agar Makin Fokus Berjuang.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *