Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) dan Persatuan Advokat Nusantara melaporkan dugaan adanya kolusi dan nepotisme dalam keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) perihal batas usia capres-cawapres. Laporan terhadap Ketua MK Anwar Usman, Presiden Joko Widodo (Jokowi), bakal cawapres Gibran Rakabuming, dan Ketua Umum PSI Kaesang Pangarep, serta lainnya itu diadukan ke Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK.
Koordinator pelapor, Erick S Paat mengatakan kedudukan Anwar Usman sebagai ketua MK sekaligus ketua majelis hakim dalam sidang batasan usia capres-cawapres menjadi dugaan utama. “Kemudian dalam setiap permohonan ini presiden dan DPR dipanggil karena berhubungan soal UU. Dalam salah satu permohonan uji materi di MK ini, pemohon menyebutkan nama Gibran. Ada juga permohonan uji materi dilakukan PSI, bahwa kita ketahui Kaesang menjadi Ketua Umum PSI,” kata Erick di Gedung Merah Putih KPK, Senin, 23 Oktober 2023.
Erick juga menyinggung posisi Anwar Usman sebagai adik ipar Jokowi, yang artinya paman dari Gibran dan Kaesang. Padahal, kata dia, sesuai UU Kekuasaan Kehakiman juga tak dibenarkan jika ketua majelis hakim menjabat sekaligus sebagai ketua MK.
“Itu ketua majelisnya harus mengundurkan diri. Itu tegas. Tapi kenapa ketua MK membiarkan dirinya menjadi ketua majelis hakim. Masa ketua MK tak tahu UU Kekuasaan Kehakiman. Harusnya dengan tegas dari awal menyadari ketakberhakannya,” kata Erick.
Ia mengatakan ada unsur kesengajaan yang dilakukan baik oleh Anwar Usman, Jokowi, Gibran, serta Kaesang. “Laporan sudah diterima KPK. Kita tunggu saja tindak lanjutnya. Kami harap KPK menangkap secepatnya. Kalau lambat akan menimbulkan masalah lagi,” katanya.
Adapun dasar hukum dalam laporannya yakni UUD 1945 ayat 1 dan 3, TAP MPR no 11 MPR 1998 tentang penyelenggaraan negara bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme. TAP MPR no 8 tahun 2001 tentang rekomendasi arah kebijakan pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Kemudian UU no 28 tahun 1999 tentang penyelenggara negara yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. UU no 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, dan UU no 18 tahun 2003 tentang advokat.
Sebelumnya, MK meloloskan syarat Capres-Cawapres pada Pasal 169 huruf q UU No. Tahun 2017. Putusan itu berdasarkan permohonan uji materi Almas Tsaqibbirru, yang membuat siapa pun yang berpengalaman sebagai kepala daerah bisa maju dalam kontestasi Pilpres 2024 meski belum berusia 40 tahun.
Empat Pelanggaran Berat Ketua MK Anwar Usman Versi Tim Advokasi
Tim Advokasi Peduli Pemilu menemukan empat pelanggaran berat yang dilakukan oleh Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman. Pelanggaran berat itu berkaitan dengan keterlibatan Anwar dalam putusan batas usia minimum 40 tahun syarat calon presiden dan calon wakil presiden.
“Atas dasar itu TAPP meminta Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menghukum hakim terlapor dan menjatuhkan sanksi pemberhentian tidak hormat,” kata anggota Tim Advokasi, Gugum Ridho Putra dalam keterangan tertulis, pada Senin, 23 Oktober 2023.
Keempat pelanggaran berat yang dilakukan Anwar, yakni terbukti melakukan perbuatan tercela, terbukti melanggar sumpah atau janji jabatan, terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai hakim konstitusi, dan terbukti melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim Konstitusi. Atas pelanggaran itu, Tim Advokasi melaporkan Anwar ke MK untuk diperiksa MKMK.
Selain Gugum, Dharma Rozali Azhar, Irfan Maulana Muharam, Iqbal Sumarlan Putra, dan Dega Kautsar Pradana. Mereka adalah anggota Tim Advokasi yang merumuskan poin dugaan pelanggaran Usman dalam memutuskan hasil uji materi Pasal 169 huruf q Undang-Undang Pemilu.
Menurut Gugum, laporan terhadap Anwar itu berlangsung setelah muncul kontroversi pada putusan yang mengabulkan syarat capres-cawapres. “TAPP melakukan penelusuran dan menelaah keganjilan yang diungkapkan dalam pendapat berbeda (dissenting opinion) hakim konstitusi Saldi Isra dan Arief Hidayat,” ujarnya.
Tim Advokasi mengatakan terdapat dugaan kuat terjadi pelanggaran Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi atau Sapta Karsa Hutama yang melibatkan Anwar, ipar Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Pertama, Anwar berbohong tidak menghadiri RPH perkara Nomor 29/PUU-XXI, Perkara Nomor 51/PUU-XXI/2023, dan Perkara Nomor 55/PUU-XXI/2023 supaya menghindari konflik kepentingan.
Kepada Arief, Anwar mengatakan tidak hadir dalam RPH karena kesehatan terganggu bukan karena menghindari conflict of interest. Menurut Gugum, satu dari dua pernyataan itu mengandung kebohongan yang melanggar kode etik perilaku hakim. “Khususnya pinsip imtegritas yang mewajibkan Hakim Konstitusi bersikap jujur,” ujarnya.
Keterlibatan Anwar memeriksa dan memutus perkara Nomor 90 dan Nomor 91, tutur Gugum, berkaitan dengan kepentingan politik Gibran Rakabuming Raka supaya maju dalam Pilpres 2024. Anwar tidak mundur dari perkara yang diadili dan memiliki hubungan dalam obyek persidangan.
“Anwar melanggar Pasal 17 ayat 3, 4, dan 5 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman,” ucap dia. “Termasuk diduga melanggar Kode Etik dan Perilaku Hakim khususnya prinsip ketakberpihakan.”