Belum lama ini, saya bersama keluarga menghabiskan liburan Idul Fitri di tanah kelahiran istri tercinta di Jombang Jawa Timur dan Bali. Di Jombang, Rabu pagi 2 April 2024, saya berjumpa dengan sosok pria yang mendatangi rumah kerabat yang kami tinggali. Ia datang sambil menenteng sebuah tas jinjing kecil berwarna abu-abu, ditemani sang istri. Penampilannya tenang, sorot matanya tajam, berwibawa.
Awalnya, saya mengira pria ini teman kerjanya mas Andi (ponakan istri saya). Ternyata kedatangannya pagi itu memenuhi panggilan mas Andi. Saya dibisiki istri, beliau adalah seorang tukang pijat yang banyak dikenal di kota Jombang dan sekitarnya. Namanya mas Herman.
Bagai peribahasa “pucuk dicinta ulat tiba”, saya pun berminat untuk dipijat, karena sudah dua hari badan terasa pegal-pegal disertai “batuk keras” dan badan terasa meriang. Mengingat tinggal sehari lagi kami keluarga besar Bani Kaslan akan melakukan acara Gathering Family ke Bali yang disponsori oleh mas Andi dan mbak Icha (keluarga Lucas Magalhaes), tidak heran, beberapa di antara kami dalam rumah mengambil kesempatan itu untuk dipijat agar badan lebih “frash dan fit”. Dengan pijatan siapa tahu dapat menghalau dan mengantisipasi kelelahan perjalan jauh dari Jombang ke Bali nanti.
Saya memperhatikan dengan sungguh bagaimana ia melakukan aksi memijat mas Andi yang mendapat kesempatan pertama. Menggunakan media sejenis cream berwarna kuning telur dan tisu, ia mengoles lalu memijat dengan cara mengurut menggunakan ibu jari tangan kanan diikuti menggunakan telapak tangan dengan kekuatan tekanan terukur.
Prosesnya dimulai dari jari kaki, telapak, betis dan seterusnya, bahkan hingga kepala. Hal yang membedakan dengan pemijat lain, pada setiap bagian yang sudah dipijat selalu disertai dengan usapan tisu sambil menekan-nekan dengan telapak tangannya. Sedangkan pada bagian punggung digunakan juga siku untuk menekan pada bagian tertentu, sehingga pelanggan merasa terbuai dan cendrung terbawa rasa mengantuk. Dampaknya, badan terasa fresh dari ringan dari rasa sakit atau pegal. Saya termasuk salah satu yang merasakan betapa “manjur” pijatannya.
Pada kesempat itu saya mencuri waktu untuk ngobrol sebentar dengannya. Dalam percakapan saya baru tahu ternyata mas Herman dengan nama lengkap Herman Nurbudianto adalah seorang guru mata Pelajaran kewirausahaan pada SMK Islam Bapolong Jombang, Jawa Timur.
Dikisahkan bahwa bakat memijat didapatnya dari turunan mbahnya (kakek/nenek).
“Sebanarnya saya mulai bisa memijat sejak masih di bangku kelas satu SMP. Kemampuan memijat saya peroleh karena turunan dari mbah saya.” ceritanya.
Ia bercerita, setelah lulus SMA ia ditawari pekerjaan sebagai tukang pijat oleh pak Kyai di Pondok Pesantren Almaarit Jombang. Pekerjaan memijat yang ditawarkan dikiranya menggunakan peralatan modern. Ternyata dilakukan secara manual. Pekerjaaan memijat di Pondok Almaarit dijalani sejak tahun 2015 hingga 2018.
Dari pengalaman selama tiga tahun melayani pelanggan, pada akhir tahun 2018 ia memutuskan untuk mandiri atau berwirausaha bidang jasa pijat. Ternyata pekerjaan mulia yang ia tekuni sungguh membawa berkah dalam perjalanan hidupnya.
Diakuinya, melayani para pelanggan setiap hari tidak menghalanginya untuk melanjutkan Pendidikan ke perguruna tinggi. Agar tidak kehilangan pelanggan dan sumber penghasilan dari jasa pijat, mas Herman memilih berkuliah di perguruan tinggi terdekat yakni Universitas Pendidikan PGRI Jombang. Dari universitas inilah ia berhasil menggondol ijazah dan gelar sarjana ekonomi. Pada tahun 2022 ia diterima sebagai staf pengajar di SMK Islam Bapolong Jombang dengan status guru tetap Yayasan hingga saat ini.
Ketika saya menggali apa pandangannya tentang profesi sebagai guru dan panggilannya menjadi seorang tukang pijat, dengan lugas ia mengungkapkan bahwa mengajar sebagai guru adalah tugas pengabdian. Menurutnya, menjadi guru ia dapat mengabdikan hidupnya sesuai dengan ilmu pengetahuan yang telah ia pelajari di perguruan. Sedangkan menjadi tukang pijat adalah talenta yang ia miliki untuk mendapat penghasilan atau pendapatan. Ia bilang, pendapatan dari pekerjaan menjadi guru swasta (non PNS) sejauh ini sangat tidak cukup untuk menopang hidup.
“Gaji yang saya peroleh dari Yayasan tidak mencukupi biaya hidup sehari-hari. Tapi pendapatan dari pekerjaan memijat sangat membantu dibandingkan dari penghasilan sebagai guru, makanya bagi saya menjadi guru adalah sebuah pengabdian.” ungkap Mas Herman.
Tanpa ada rasa sungkan mas Herman membocorkan nilai pendapatan dari hasil pelayanan jasa memijat. Dalam sehari ia bisa melayani rata-rata lima pelanggan dengan tarif Rp50 ribu per pelanggan. Sedangkan pelanggan yang membutuhkan jasa pijatnya lewat home service (mendatangi rumah pelanggan) tarifnya Rp100 ribu. Kita bisa estimasikan penghasilannya dalam sebulan. Katakan saja rerata 5 pelanggan per hari dikalikan Rp.50.000, dikalikan 7 hari perminggu, dan 4 minggu setiap bulan. Hasil yang diraup bisa mencapai Rp7 juta (ini jika perhari melayani 5 pelanggan). Tapi pengakuannya bisa lebih dari lima pelanggan. Sekedar contoh, pada pertemuan kami yang menjadi inspirasi tulisan ini, ia melayani kami dalam serumah 9 orang. Berarti ia sudah membawa pulang Rp900 ribu, bahkan pada hari yang sama ada tiga pelanggan yang sedang menunggu pelananannya di tempat yang berbeda.
Bagi mas Herman, tidak ada masalah untuk membagi waktu antara tugas mengajar dan memijat. Sebagai guru, ia menjalani kewajibannya mulai pkl. 07.00 hingga pkl. 14.00 WIB. Istirahat sejam, mulai pkl, 15.00 WIB hingga 21.00 WIB, ia membuka praktek. Jika ada yang membutuhkan pelayanan di rumah pelanggan sendiri, maka harus di booking sehari sebelumnya. Tarifnya tentu berbeda karena sudah diperhitungkan dengan biaya transportasi.
Sebagai pribadi, saya sangat terkesan dengan panggilan hidup yang dijalaninya. Suami dari Sri Septidiapratiwi yang dinakahinya pada tahun 2023, terkesan sungguh menikmati pekerjaan apa yang ia tekuni sebagai juru pijat selain menjadi guru Yayasan. Kadang, ketika melayani pelanggan di luar rumah, ia selalu ditemani sang istri. Keduanya saling menopang satu dengan yang lain. Istrinya juga seorang guru IPA pada SMP Trausonvikar Jombang berstatus guru Yayasan.
Itulah hidup. Era ini banyak orang yang mengantongi ijazah guru, namun galau harus ke mana dan di mana ia mengejawantahkan ilmu keguruannya, karena pintu menuju ke sana sudah banyak tertutup rapat. Mas Herman menepis kegalauan itu dengan mengembangkan talenta yang mungkin jarang didapat oleh banyak orang, yakni mengabdi sebagai guru swasta namun pada dunia yang lain ia meraup penghasilan lewat jemari tangan kekarnya menjadi seorang tukang pijat. Saya sendiri sudah merasakan betapa mujarab pijatan tangan guru Herman si Tukang Pijat.
Biodata narasumber:
Nama Lengkap: Herman Nurbudianto, SE
Tempat/tanggal lahir: Jombang, 29 Juni 1996
Alamat: Desa Kwarong, Kec. Diwek Kab. Jombang – Jatim
Pendidikan: SDN Waron, SMPN 2 Diwek, MAN 1 Jombang, Universitas Pendidikan PGRI Jombang.
Pekerjaan: Guru Yayasan dan Tukang Pijat
HP : 0815 5362 9146