PMKRI Kupang Soroti Masalah Proses AMDAL Hotel Aston

Polemik seputar Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) Hotel Aston Kupang semakin memanas saat PMKRI kupang menyoroti lambatnya proses AMDAL.

Proses penyelesaian yang telah berjalan sejak Maret 2024 hingga kini belum juga menemui titik terang dan memicu kecurigaan publik akan adanya potensi manipulasi dan sikap pasif dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

Plh. Kepala Bidang I DLHK NTT, Erick Muskitta yang ditemui media pada Kamis, (5/12/2024) lalu mengakui bahwa pihak Aston Kupang tengah dalam proses penyusunan ulang syarat-syarat perizinan dokumen AMDAL sebagai bentuk sanksi administrasi. Namun, ia juga menyampaikan bahwa proses ini sepenuhnya bergantung pada pihak Aston yang menunjuk konsultan penyusun dokumen.

“Kami ini hanya menunggu,” ujarnya.

Erick menambahkan, dalam proses penyusunan dokumen ini, pihak hotel juga akan melibatkan masyarakat sekitar.

“Mereka (pihak Aston) biasanya akan mengumpulkan masyarakat untuk berkonsultasi dan mendapatkan informasi. Informasi itulah yang akan dikumpulkan ke kami untuk dibahas,” tambahnya.

Lebih lanjut, ia juga mengatakan bahwa pihaknya akan melakukan verifikasi terhadap hasil konsultasi dengan masyarakat.

“Nanti kami akan tanyakan lagi ulang. Benar tidak hasil konsultasinya itu dengan masyarakat seperti yang mereka sampaikan,” ucapnya.

Setelah dokumen selesai disusun, pihak hotel akan kembali melaporkan ke DLHK untuk dilakukan evaluasi dan pemeriksaan lebih lanjut.

“Jadi, mereka (pihak Aston) akan kirim perwakilan masyarakat untuk bersama-sama dengan kami supaya kami bisa mendengar masukan ataupun keluhan,” ujar Erick.

Erick juga berujar, “kami sudah kasih penegasan dan mereka sudah proses, mereka sudah ajukan dan kami sudah balas. Nah sekarang di mereka, susun dokumennya berapa lama. Kan kita tidak bisa paksa!”

Pernyataan Erick menuai kritik dari berbagai pihak mengenai sejauh mana pengawasan yang dilakukan DLHK terhadap proses penyusunan ulang AMDAL ini. Pasalnya, pihak Aston dapat dengan leluasa menentukan lamanya waktu penyusunan dokumen.

“Penyataan ini sangat mengkhawatirkan,” ujar Lamani Ali, salah seorang warga yang tinggal di sekitar Hotel Aston Kupang, saat dikonfirmasi pada Senin, (9/12/2024). Ia menambahkan, “seolah-olah pemerintah menyerahkan sepenuhnya kepada pihak pengusaha tanpa adanya pengawasan yang ketat,”

Senada dengan Lamani, Ketua Perhimpunan Mahasiswa Katholik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Kupang, Dilliyon Christian Yorambel Heton, juga menyuarakan keprihatinannya.

“Apakah pemerintah daerah telah lalai dalam melakukan pengawasan? Ataukah DLHK yang justru pasif menyikapi persoalan rakyat?” cetusnya saat diwawancarai terpisah.

Heton juga mempertanyakan transparansi proses penyusunan ulang AMDAL. “Jika pertemuan antara perwakilan masyarakat dengan pihak pengusaha dilakukan tanpa menghadirkan pemerintah, maka potensi dugaan transaksi di bawah meja sangat besar,” tegasnya.

Lebih lanjut, Heton menekankan pentingnya melibatkan semua pihak dalam proses penyusunan dokumen lingkungan yang mengalami carut marut, termasuk pemerintah, akademisi, masyarakat, pengusaha, dan media. “Kelima unsur ini harus ada untuk berembuk dan menghasilkan syarat-syarat pembangunan,” pungkasnya. Ia melanjutkan, “kalau unsur-unsur ini tidak terpenuhi atau pertemuannya berlangsung tertutup, maka perlu untuk diragukan.”

Lambannya proses penyelesaian AMDAL ini memunculkan dugaan adanya upaya penundaan secara sengaja. “Artinya tidak menutup kemungkinan adanya upaya untuk menunda-nunda proses tersebut,” ungkap seorang sumber yang enggan menyebutkan namanya.

Dugaan ini diperkuat dengan pernyataan Erick yang meminta wartawan untuk menyampaikan informasi kepada warga agar tidak khawatir.

“Kalau proses AMDAL memang berjalan sesuai prosedur, harusnya kan DLHK bisa memberikan kepastian waktu penyelesaian dan informasi yang transparan kepada masyarakat,” tegas Heton yang juga Alumni Stikom Uyelindo Kupang

Lebih lanjut, ketua PMKRI kupang juga meminta DPRD NTT dapat memastikan bahwa kasus ini tidak berlarut-larut sehingga dapat memberikan rasa adil terhadap rakyat.

“DPRD NTT punya tanggung jawab moral untuk bisa pastikan kalau masalah ini tidak akan berlarut-larut, agar rakyat yang terdampak ini bisa mendapatkan rasa adil,” tutup ketua PMKRI Kupang.

 

(Tim)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *