Satu Pengalaman bersama ASEAN Writers Network

Menulis artikel untuk Antologi

Satu Pengalaman bersama ASEAN Writers Network

Artikel ini bukanlah satu news seperti biasanya, dia hanyalah satu catatan ringkas sederhana. Catatan pengalaman yang saya hendak bagikan pada pembaca NTTPos. Harapannya, semoga menginspirasi. Mengapa? Karena dunia melek kepenulisan (sebagai salah satu literasi) terasa tidak mudah bagi banyak kalangan. Padahal, semua orang yang pernah duduk di bangku dan kursi sekolah (bahkan sampai bikin rusak) mengenyam materi menulis. Sayangnya, menulis yang dimaksudkan yakni menulis lambang bunyi, dipadukan dengan lambang bunyi yang lainnya menjadi suku kata, dan seterusnya menjadi paragraf.

Menulis yang demikian itu ada pada semua murid Sekolah Dasar, yakni:

  • latihan menulis motorik, cara memegang alat tulis yang benar, latihan menulis di buku bergaris
  • menulis sebagai pengenalan lambang bunyi (huruf), baik huruf kecil maupun huruf besar
  • menulis kata dan kalimat sederhana, satu paragraf, dan paragraf yang padu
  • menulis deskripsi dan narasi, hingga eksposisi, surat dan laporan pengamatan
  • menulis kreatif, misalnya menulis cerita pendek, puisi, dan pengembangan imajinasi yang mewujud dalam tulisan

Banyak materi ini dibelajarkan pada murid Sekolah Dasar yang semestinya telah dimiliki terlebih dahulu oleh gurunya. Mungkinkah gurunya demikian adanya? Akh.. pergilah dan tanyakan pada mereka.. hehe.

Saya ajak ke judul tulisan ini.

Tahun lampau saya mendapat undangan via WhatsApp Group (WAG). Link WAG dikirimkan oleh seseorang yang sampai hari ini pun saya tidak kenal baik dan belum pernah bertemu. Sewaktu saya mencoba gugling, saya dapati ternyata dia seorang Dosen pada Program Studi Antropologi Sosial Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Khoirum Ternate. Sepak terjangnya luar biasa.

Saat itu kami yang tergabung dalam WAG itu disodori tema untuk menulis. Temanya ASEAN Jembatan Pembangunan Dunia. Saya mencoba melakukan perbicangan (chatt) secara inter personal. Ia menyampaikan bahwa materi dunia pendidikan pun boleh ditulis. Maka, jadilah saya menulis satu judul: Pendidikan di Wilayah Perbatasan Timor Barat – Timor Leste.

Singkat cerita, Sang Dosen yang sukses mengajak 45 Penulis untuk menyatukan berbagai tulisan sesuai tema yang disodorkan dan pilihan sub tema masing-masing. Ketika buku itu hampir rampung, sebagai Editor ia mengirimkan kepada para penulis untuk mengecek kembali orisinalitas dan substansi tulisan.

Sebagai salah satu di antara para penulis, saya terinspirasi untuk menulis artikel ini untuk menyampaikan bahwa buku tersebut akan menjadi salah satu karya besar bagi para penulisnya. Di sana tersaji:

  • Bab 1, Jembatan Sejarah, Politik dan Kultural,
  • Bab 2, Jembatan Pendidikan dan Keagamaan,
  • Bab 3, Jembatan Ekonomi, Wisata dan Konservasi Lingkungan,
  • Bab 4, Jembatan Keamanan dan Perdamaian Berkelanjutan.

Menelisik semua tulisan di dalam (bakal) buku itu yang diberi judul ASEAN Jembatan Pembangunan Dunia, akan menjadi suatu pengalaman membaca yang menarik. Kemenarikan itu sekaligus akan menambah cakrawala dan wawasan pengetahuan tentang ASEAN. Para Penulis menuangkan ide/gagasan yang orisinil dengan  merujuk literatur dan konteks faktual.

Sebagai salah satu Penulis di antara 45 Penulis itu, saya bersyukur bahwa artikel saya yang sederhana itu diterima oleh Editor yang telah menulis lebih dari 50 buku dan gagasan-gagasannya yang dituangkan dalam artikel-artikel telah diterbitkan oleh 29 media daring sejak tahun 2000. Sang Editor bernama Yanuardi Syukur.

Sampai di sini catatan singkat ini. Semoga menginspirasi.

 

 

Heronimus Bani ~ Pemulung Aksara

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

2 komentar