Sekali Lagi (tentang) Guru dan Ponsel di Kelas

Ponsel sebagai salah satu Sumber Informasi dan Media Pembelajaran

Sekali lagi (tentang) Guru dan Ponsel di Kelas

 

Opini berjudul “Guru Bermain Ponsel dalam Kelas” yang ditulis Yoseph Yoneta Motong Wuwur dari Lembata beberapa waktu lalu seakan menohok sekaligus memberi peringatan keras bagi guru-guru kita (Pos Kupang.com, 9/3/2025). Suatu fenomena yang sungguh memalukan dan bahkan mencoreng citra dunia pendidikan. Jika masih ada guru yang demikian memang sepatutnya disayangkan. Tugas mulia dari seorang guru dalam kelas adalah mengajar, mendidik, dan membimbing murid bukan bermain telepon seluler (ponsel). Apakah posisi murid digantikan oleh ponsel? Maksudnya fokus guru bukan lagi ke murid namun ke ponsel. Bagaimana  sang guru dapat melaksanakan tugas pembelajaran secara efektif dan efisien jika ia ditemani oleh perangkat tersebut? Apalagi ia menggunakannya sekadar “bermain” yang secara harafiah berkonotasi sebagai hiburan belaka. Jika waktunya di kelas terpakai untuk bermain ponsel lalu siapa yang menemani anak-anak? Apakah anak-anak membawa ponsel juga dan memainkannya? Ruang kelas tentu bukan berfungsi sebagai arena permainan ponsel. Mustahil memang! Rasanya tak pantas mempertahankan guru-guru seperti itu. Lalu di mana kepala sekolahnya? Apakah ada pembiaran? Jika ada seseorang kepala sekolah yang demikian, menjadikannya sebagai pemimpin  dalam satu unit sekolah rasanya tak layak dan tak pantas.

Fenomena penggunaan ponsel oleh guru di kelas sepertinya sudah bukan hal baru. Tak bisa dipungkiri bila belakangan didapati begitu banyak guru kita yang ikut-ikutan bermedia sosial dan ada sejenis kewajiban untuk membuat dan mengunggah konten tertentu saban hari. Mungkin saking gilanya, di kelas pun sang guru bisa ngonten seenaknya. Fenomena teranyar ini rupanya menggegerkan dunia pendidikan, hingga Kadis Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTT, Ambrosius Kodo melarang para guru untuk membuat konten ketika berada di kelas, dan apalagi ketika sedang mengajar. “Jika mau, buatlah konten-konten edukatif yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran atau pengembangan profesi sehingga pada gilirannya dapat meningkatkan kualitas peserta didik.” Begitu ujar Kadis Ambros Kodo dalam sebuah kegiatan bersama para guru di Kupang pertengahan bulan Februari 2025 seperti yang dikutip sejumlah media.

Ponsel sebagai media pembelajaran

Diakui bahwa penggunaan ponsel di dunia pendidikan menjadi sangat urgen baik bagi guru maupun murid ketika melaksanakan pembelajaran dalam jaringan alias daring. Jika tidak, maka penggunaan ponsel apalagi di dalam kelas, sedapatnya dieliminir. Bagi seorang guru, apalagi guru profesional, bahan-bahan yang dibawa ke kelas termasuk ponsel dipastikan berhubungan dengan kegiatan pembelajaran. Ia tahu untuk menggunakan media yang tepat untuk kepentingan ketercapaian tujuan pembelajaran di kelas. Salah satunya adalah ponsel, sumber berbagai informasi dan data yang bisa digunakan sehubungan dengan konten materi yang diajarkannya (Bdk. Wildaya Senge, Penggunaan Smarthphone sebagai Media Pembelajaran Mandiri, Pensos – Jurnal Penelitian dan Pengabdian Pendidikan Sosiologi Universitas Muhammadiyah Kupang, 2023). Hal ini sekaligus menjadi suatu tantangan seorang guru profesional dalam menggunakan teknologi yang juga menjadi salah satu tuntutan dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya sebagai seorang guru.

Dalam konteks ponsel sebagai media pembelajaran, seorang guru akan menyadari sepenuhnya dan mengetahui secara persis kapan menggunakan ponsel untuk kepentingan pembelajaran. Ada yang berdalih (dan benar adanya, bukan sekedar pembenaran dirinya) soal keberadaan ponsel di dalam kelas sebagai medium dalam penggunaan internet sepanjang pembelajaran misalnya. Dalam kasus tertentu, sang guru harus melakukan koneksi internet dari ponsel pribadinya ke laptop yang digunakan selama melakukan pembelajaran. Guru zaman now sangat paham penggunaan alat teknologi sekelas ponsel. Jika kondisinya mengharuskan untuk menggunakan ponsel maka sang guru tentu sudah memastikan bahwa fitur-fitur lain terutama yang sifatnya sangat berhubungan dengan privasi akan dinonaktifkan. Karena bagaimana pun detik-detik penggunaan yang bersifat privasi tersebut tidak diatur dalam rangkaian proses pembelajaran yang ia laksanakan di kelas. Sekedar untuk pengetahuan bersama bahwa setiap menit gerak gerik seorang guru di dalam kelas sudah ada dalam rancangan apa yang disebut rencana pelaksanaan pembelajaran yang sistematis. Hal itu sudah menjadi tanggung jawab profesional yang harus dilaksanakan sebelum ke kelas. Prosedur Operasi Standar (POS) yang berlaku umum di kalangan para guru. Bahkan jika hal itu sudah dibuatnya jauh-jauh hari sebelumnya, maka ia berkewajiban mereview dan melakukan revisi kembali seperlunya menjelang dieksekusi.

Dengan demikian maka sesungguhnya tidak ada guru yang memiliki celah untuk “bermain” ponsel di dalam kelas apalagi sampai menghambat pembelajaran dan menjadikan interaksi antara guru dan peserta didik terganggu yang pada gilirannya akan berpengaruh terhadap seluruh rangkaian keberhasilan pembelajaran yang dilaksanakan. Karena hal ini adalah tanggung jawab pribadi sang guru baik materil maupun moril. Jika masih ada, pertanyaannya, seperti yang diutarakan di awal tulisan ini, “Di mana kepala sekolahnya?” Karena tugas kepala sekolah dan pejabat kurikulum di sekolah adalah mengawasi seluruh rangkaian pelaksanaan pembelajaran secara baik. Jika mendapati adanya oknum guru yang “bermain” ponsel di dalam kelas maka sejatinya POS terutama berkaitan dengan sanksi yang harus diterima sang guru. Karena pada akhirnya ukuran mutu akan ditakar dari sana. Dari ruang kelas dan kualitas pembelajaran yang telah dilakukan oleh seorang profesional yang dijuluki sebagai pahlawan tanpa tanda jasa dan pahlawan tanpa nama itu. (*)

 

 Penulis: Thomas Sogen
Mantan Guru dan Pengawas SMP di Kabupaten Kupang,
Ketua Asosiasi Guru Penulis Indonesia Wilayah Provinsi NTT periode 2014 – 2022
Editor: Heronimus Bani

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *