Wujudkan Lingkungan Ramah Siswa
Pihak SMK Negeri 6 Kupang yang berada di Kecamatan Kelapa Lima, Kota Kupang, NTT saat ini sementara konsisten mewujudkan lingkungan sekolah yang ramah pada siswa.
Kepada media ini pada Kamis (14/12/2023) siang, Kepala SMKN 6 Kupang, Asa Manahson Lahtang menyampaikan, dalam keseharian, baik saat berinteraksi dengan para siswa di lingkungan sekolah, maupun dalam kelas pembelajaran, dirinya bersama para guru selalu berusaha mengedepankan sikap yang ramah dan santun pada setiap anak. Sebisa mungkin mereka berusaha agar tak ada siswa yang dikasari, tak ada siswa yang dikatai (kekerasan verbal), juga tak ada hukuman fisik.
Asa Manason Lahtang yang baru menjabat Kepala SMKN 6 Kupang sejak 2021 itu menyampaikan, dirinya selalu menegaskan kepada para guru agar tidak bersikap kasar, yang bisa membuat siswa kehilangan rasa bahagia dan tidak bisa mengikuti pembelajaran dengan baik. Bahkan, cerita Asa, sudah beberapa guru yang harus berurusan dengan dirinya karena mencubit atau mengasari siswa yang dinilai nakal dan tak patuh.
Kepada para guru, Asa selalu mengingatkan, siswa hadir di sekolah sejak pagi dalam kondisi otak bagian neuronnya sementara aktif dan siap untuk mengikuti pembelajaran sehingga guru tidak boleh bersikap kasar karena bisa memengaruhi cara kerja otak siswa menjadi tak produktif.
“Suasana pagi itu kita harus happy. Kalau kita kasar, anak langsung hilang rasa bahagianya. Makanya saya selalu ingatkan teman-teman guru, anak-anak saat pagi itu neuron mereka lagi terbuka. Jadi jangan kasar atau bentak mereka. Kalau kita sudah kasar pada anak-anak sejak pagi hari, berikutnya dia sudah stress saat ikut pelajaran di jam-jam berikutnya. Pembelajaran jadi tidak efektiv. Biarkan anak merasa gembira dan ada sukacita.” jelas Asa.
Asa juga menjelaskan, guru tak mesti menggunakan kekerasan untuk mendapatkan kepatuhan dari para siswa. Karena itu, Asa menyampaikan, dirinya yang selalu berusaha untuk memberi teladan dengan lebih dahulu melakukan apa yang dirinya inginkan agar para siswa juga melakukannya.
Misalnya, agar siswa ikut menjaga kebersihan lingkungan sekolah, Asa selalu meneladankan pembiasaan buang sampah pada tempatnya kepada para siswa. Tidak perlu menyuruh, apalagi dengan perintah yang kasar, Asa lebih dulu memungut sampah untuk dibuang ke tempat sampah. Alhasil, siswa ikut memungut dan membersihkan sampah tanpa harus diperintah. Kini, cerita Asa, lingkungan sekolahnya selalu bersih saat jam sekolah.
Asa mengakui, para siswa di sekolahnya memiliki kedekatan emosional dengan guru karena diperlakukan secara santun. Apalagi karena guru juga ikut terlibat memberi teladan dalam pembiasaan sikap-sikap positif tertentu seperti yang sudah dilakukannya bersama rekan-rekan gurunya.
“Kemarin saya ikuti kegiatan di sekolah tertentu itu, para guru harus teriak-teriak dan ancam siswa baru mereka ikut. Di sekolah kami, guru omong sekali saja anak-anak sudah ikut. Karena ada kedekatan emosional yang baik dengan anak-anak. Karena anak-anak diperlakukan dengan penuh hormat dan santun. Kita selalu dekat dengan anak-anak sehingga mereka merasa guru adalah orang tua mereka.” cerita Asa.
Bangun Banyak Fasilitas tanpa Membebani
Tidak hanya mewujudkan lingkungan sekolah yang ramah, SMKN 6 Kupang yang baru saja mendapatkan penghargaan sebagai Indonesian Top Education Perfomance Excellence 2023 pada Juli 2023 dari lembaga independen 5 Pilar Communication itu juga berusaha menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan bersama para siswa.
Selain para guru mulai berusaha konsisten menerapkan pembelajaran berdiferensiasi yang mengakomodir berbagai kebutuhan belajar siswa, pihak SMKN 6 Kupang yang saat ini juga menjadi salah satu SMK PK (Pusat Keunggulan) di Kota Kupang sementara membangun kelas pembelajaran yang terintegrasi dengan dukungan jaringan internet dan berbagai media pembelajaran interaktiv.
Menariknya, sejumlah fasilitas dan prasarana pendukung juga sementara dibangun oleh pihak sekolah hanya dengan mengandalkan dana Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) yang diberikan orang tua/wali. Tak ada lagi pungutan selain SPP, sejak tahun 2021, setelah Asa Manason Lahtang yang sebelumnya adalah guru di SMKN 5 Kupang mulai menjabat kepala SMKN 6 Kupang, pihak sekolah sudah mulai membangun gedung ITC (IT Center) dengan rencana 3 lantai, Kafe pembelajaran (learning cafe), ruang osis, mushola, dan ruangan untuk pertemuan (meeting room) yang dilengkapi pendingin ruangan (AC) dan perangkat sound system yang baik.
Saat ini, meeting room seluas sekira 150 m2 itu sudah digunakan oleh sekolah, bahkan juga digunakan oleh pihak luar sekolah yang kesulitan tempat untuk menggelar kegiatan diskusi, workshop, lokakarya, atau kegiatan lain semacam.
Learning cafe sudah jalan setahun. Ada sejumlah menu disiapkan di kafe yang dijaga dan dikelola oleh para siswa dan guru pendamping itu. Sejumlah meja dan kursi yang ada di kafe tersebut sering digunakan juga untuk kelas pembelajaran. Para guru secara bergantian biasanya menggelar pembelajaran bersama siswa di kafe tersebut.
“Anak-anak harus menikmati suasana pembelajaran yang menyenangkan. Jangan seperti dulu yang suasananya kaku dan menegangkan.” ungkap Asa ketika mendampingi media ini melihat sejumlah fasilitas dan prasarana yang sementara dibangun hanya dengan modal dana SPP itu.
Ruang OSIS yang berdampingan dengan mushola juga sudah digunakan saat ini. Asa menyampaikan, tanpa tendensi agama, dirinya membangun mushola agar memudahkan para siswanya yang muslim untuk beribadah. Juga bagi tamu muslim yang berkunjung ke sekolahnya.
Pantauan NTT Pos, hanya gedung ITC yang belum digunakan saat ini. Baru lantai pertama dari gedung berukuran sekira 10 m x 40 m yang rencananya memiliki 3 lantai itu yang selesai dibangun. Kepada media ini, Asa begitu bersemangat ketika menggambarkan mimpi besarnya bersama para guru untuk memiliki Gedung ITC yang keberadaannya melengkapi visi sekolah dalam upaya untuk ikut berkontribusi bagi pembangunan sumber daya manusia terampil IT di NTT.
“Visi besar kami, Smekensix for NTT.” ujar Asa.
Asa menggambarkan, sesuai desain rencana pengembangan ITC, Lantai 1 akan digunakan untuk produksi laptop dan smart board, lantai 2 untuk berbagai kegiatan pelatihan IT baik untuk siswa di sekolah maupun dari pihak luar, sementara lantai 3 digunakan untuk penginapan para peserta pelatihan yang berasal dari pihak luar.
Asa menyampaikan, pihak sekolah juga memiliki unit Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) sehingga keberadaan ITC nantinya juga akan dimanfaatkan untuk memberi pelatihan, uji kompetensi, dan sertifikasi kepada pihak yang berkepentingan.
Meski hanya mengandalkan dana SPP, Asa optimis gedung ITC akan selesai dan dimanfaatkan sesuai rencana meski progress pengerjaannya saat ini belum mendekati 50 persen. Asa menyampaikan, dirinya dan para guru tidak menetapkan target spesifik soal waktu selesainya pembangunan gedung ITC, tetapi mereka optimis, cepat atau lambat, pasti selesai.
“Saya selalu bilang uangnya ada, hanya belum dialokasikan. Jangan bilang uang tidak ada.” optimis Asa yang juga berbagi pengalamannya bersama sejumlah temannya saat membangun gedung gereja yang relatif megah meskipun keberadaan jemaat yang berpenghasilan cukup baik relatif bisa dihitung dengan jari. Asa yang dalam kesehariannya selalu mengendarai sepeda motor saat ke sekolah itu optimis, jika memiliki niat yang tulus untuk membangun bagi kepentingan siswa, Tuhan pasti memberi kemudahan dan membuka banyak jalan.
Asa optimis, meski hanya mengandalkan SPP, berbagai rencana baik mereka akan dimudahkan oleh Tuhan. Karena itu, dalam mengerjakan sejumlah fasilitas dan prasarana yang ada saat ini, Asa dan para guru tidak ingin memberi beban tambahan bagi para orang tua/wali siswa selain SPP.
Bahkan pihak sekolah saat ini memberi keringanan pembayaran SPP bagi sekira 70-an siswa. Puluhan siswa yang mendapat keringanan SPP itu, jelas Asa, adalah para siswa yang memenuhi sejumlah kriteria yang disepakati dan ditetapkan oleh seluruh warga sekolah, dan juga telah diverifikasi secara langsung oleh pihak sekolah yang melakukan home visit. Asa menjelaskan, sejumlah kriteria agar siswa memperoleh keringanan itu antara lain jika ada dalam kondisi broken home, yatim-piatu, orang tua yang sakit menahun, pencari nafkah utama meninggal, kemampuan ekonomi yang memprihatinkan, tidak memiliki bapak, atau ada salah satu saudara yang sudah lebih dulu bersekolah di SMKN 6 Kupang.
Tentu saja dalam hitungan secara ekonomis sekolah rugi puluhan hingga ratusan juta, tetapi pihak sekolah, jelas Asa, harus ikut memahami kondisi dan keadaan keluarga tiap siswa. Karena itu, salah 1 unit mobil pikap yang menjadi mobil operasional dari toko sekolah dan sejumlah unit usaha lain itu juga digunakan untuk menjemput dan mengantar siswa yang sakit untuk dibawa ke fasilitas kesehatan. Mobil pikap tersebut, jelas Asa, juga dibeli menggunakan dana SPP dan keuntungan dari toko sekolah yang sudah jalan setahun sebelumnya.
Asa yang sudah pernah menjadi narasumber berbagi praktik baik kepada sejumlah rekan kepala sekolah di Kota Kupang itu mengakui, semangat penyelenggaraan sekolahnya memang diusahakan untuk sepenuhnya melayani kepentingan dan kebutuhan siswa. Makanya, meski tidak membebani orang tua/wali siswa dengan kontribusi selain SPP, SMKN 6 Kupang saat ini berusaha membangun sebanyak mungkin fasilitas dan prasarana pendukung agar penyelenggaraan sekolah benar-benar berpihak pada kepentingan dan kebutuhan belajar siswa. Sekolah dan para guru, tegas Asa, harus sebisa mungkin menempatkan diri untuk melayani siswa dengan baik.
(Simon Seffi)