Anggarkan Rp1 M untuk Retret Pejabat, GMKI Kupang Nilai Pemprov NTT Boros di Tengah Krisis Fiskal

Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Cabang Kupang melayangkan kritik keras terhadap kebijakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Nusa Tenggara Timur (NTT) yang mengalokasikan anggaran sebesar Rp1 miliar untuk kegiatan retret pejabat struktural dengan alasan melatih kepemimpinan dasar.

Ketua GMKI Kupang, Andraviani, menilai kebijakan tersebut tidak mencerminkan tata kelola anggaran yang efisien dan efektif. Menurutnya, pelatihan kepemimpinan dasar tidak harus menghabiskan dana daerah sebesar itu, apalagi saat NTT masih menghadapi tantangan fiskal serius.

“Program Pemprov NTT gagal menjadi investasi jangka panjang untuk masyarakat. Retret dengan output yang tidak jelas hanyalah pemborosan di tengah keterbatasan,” tegas Andraviani dalam keterangan pers, Jumat (26/9).

Data keuangan daerah menunjukkan, Pendapatan Asli Daerah (PAD) NTT masih mengalami kekurangan sekitar Rp 700 miliar yang harus ditutup hanya dalam tiga bulan terakhir tahun 2025. Surplus anggaran juga turun drastis dari Rp 163,47 miliar menjadi Rp 99,34 miliar.

Situasi ini, menurut GMKI, menandakan lemahnya disiplin fiskal Pemprov NTT. Padahal, di saat yang sama, masyarakat masih dihadapkan pada berbagai persoalan mendesak, mulai dari kenaikan tunjangan DPRD yang memicu polemik, penanggulangan kemiskinan yang belum optimal, bencana alam berulang, hingga infrastruktur dasar yang jauh dari layak.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, per Maret 2025, persentase penduduk miskin di NTT mencapai 18,60 persen atau sekitar 1,09 juta jiwa, menjadikan provinsi ini masih berada di jajaran termiskin di Indonesia.

GMKI menilai kebijakan ini mencerminkan wajah asli NTT yang selama ini ditandai dengan kebijakan anggaran yang tidak berpihak kepada rakyat. Organisasi mahasiswa itu mendorong Pemprov agar mengalihkan anggaran untuk program yang lebih prioritas, seperti beasiswa pendidikan, peningkatan kesejahteraan guru, pembangunan fasilitas kesehatan, serta perbaikan infrastruktur pedesaan.

Selain itu, GMKI meminta Pemprov memperkuat PAD dengan mengevaluasi kinerja Organisasi Perangkat Daerah (OPD) serta melakukan audit menyeluruh terhadap Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), termasuk Flobamor. GMKI menilai selama ini BUMD lebih banyak menjadi beban ketimbang sumber pendapatan.

“Potensi lokal di sektor pariwisata, pertanian, perikanan, hingga jasa perlu dioptimalkan serius. Dengan mengembangkan sektor riil berbasis potensi lokal, Pemprov bisa memperkuat kemandirian fiskal sekaligus membuka lapangan kerja baru,” ujar Andraviani.

GMKI menegaskan, retret pejabat bukanlah prioritas di tengah kondisi fiskal yang rapuh dan angka kemiskinan yang tinggi.

“Retret atau pelatihan kepemimpinan pejabat tentu bisa dilakukan, tetapi hanya ketika pondasi keuangan daerah sudah kuat. Jangan sampai kegiatan seremonial mendahului pemenuhan kebutuhan dasar rakyat,” tegas Andraviani.

Ia menambahkan, pemerintah harus menjaga kontrak moral kepada masyarakat dalam setiap kebijakan publik dan pengelolaan anggaran.

“NTT adalah milik rakyat, bukan milik pejabat,” pungkasnya.

 

(Indah Fiah)

 

banner 970x250

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *