Rangkaian sidang praperadilan antara Pemohon Erasmus Frans Mandato melawan Kapolri Cq. Kapolda NTT, Cq. Kapolres Rote Ndao akhirnya mencapai puncaknya. Hakim tunggal Fransiska Dari Paula Nino, S.H., M.H., menolak seluruh permohonan Pemohon dan menyatakan penetapan tersangka, penangkapan, serta penahanan terhadap Erasmus Frans Mandato sah menurut hukum.
Putusan dibacakan di Ruang Garuda Pengadilan Negeri Rote Ndao pada Senin (29/9/2025) pukul 10.55 WITA, dengan dihadiri pihak Pemohon bersama tim kuasa hukum Harri W. C. Pandie, S.H., M.H., Cs serta pihak Termohon yang diwakili Kasat Reskrim Polres Rote Ndao, AKP Markus Foes, S.H., dan tim kuasa hukum. Sekitar 100 pendukung Erasmus turut memenuhi ruang sidang.
Hakim menegaskan praperadilan hanya menilai dari segi formal. Bukti-bukti yang diajukan Pemohon tidak terbukti, sehingga seluruh permohonan ditolak. Biaya perkara dibebankan kepada Pemohon sebesar nihil. Usai sidang, baik Pemohon maupun Termohon meninggalkan ruang persidangan sekitar pukul 11.35 WITA.
Perkara praperadilan ini bermula dari dugaan tindak pidana penyebaran informasi elektronik bermuatan pemberitahuan bohong yang menimbulkan keresahan masyarakat. Kasus ini terkait unggahan di akun media sosial Facebook pribadi atas nama Erasmus Frans pada Jumat, 24 Januari 2025.
Unggahan tersebut kemudian dilaporkan oleh Samsul Bahri ke pihak kepolisian. Atas laporan itu, Polres Rote Ndao menetapkan Erasmus Frans Mandato sebagai tersangka. Ia kemudian ditahan di Polres Rote Ndao sejak 1 September hingga 20 September 2025. Namun, pada 13 September 2025, Erasmus memperoleh penangguhan penahanan sehingga dapat menjalani proses hukum dalam status tahanan luar.
Merasa penetapan tersangka, penangkapan, dan penahanan dirinya tidak sah, Erasmus melalui kuasa hukumnya kemudian mengajukan permohonan praperadilan ke Pengadilan Negeri Rote Ndao.
Kronologi Sidang Sepekan
Sidang praperadilan ini bergulir sejak Senin, 22 September 2025, dengan agenda pembacaan permohonan dari Pemohon. Erasmus Frans Mandato melalui kuasa hukumnya meminta agar penetapan tersangka, penangkapan, hingga penahanan yang dilakukan Polres Rote Ndao dinyatakan tidak sah dan batal demi hukum.
Selasa, 23 September 2025, giliran Termohon menyampaikan jawaban. Pihak kepolisian menolak seluruh bukti Pemohon dan menegaskan penetapan tersangka terhadap Erasmus telah sesuai prosedur hukum.
Rabu, 24 September 2025, Pemohon menghadirkan saksi dan ahli, di antaranya ahli pidana Dr. Rian Kapitan dan ahli bahasa Prof. Jemi Pello. Sidang berlanjut Kamis, 25 September 2025, saat Termohon menghadirkan ahli pidana Dr. Mikhael Feka.
Jumat, 26 September 2025, persidangan memasuki agenda penyerahan kesimpulan. Seusai sidang, massa dari elemen Cipayung dan keluarga Erasmus menggelar aksi damai di depan PN Rote Ndao, membentangkan poster, serta menyuarakan kritik terhadap kepolisian dan pengadilan.
Aksi Massa Usai Putusan
Seusai putusan Senin (29/9), sekitar pukul 12.00 WITA, massa pendukung Erasmus Frans Mandato langsung menggelar aksi protes di halaman Pengadilan Negeri Rote Ndao. Dalam orasinya, mereka menilai putusan hakim tidak berpihak pada keadilan dan hanya menguatkan langkah kepolisian. Sejumlah poster dibentangkan, sementara pengeras suara di mobil komando menyuarakan yel-yel dukungan untuk Erasmus.
Tidak berhenti di Pengadilan Negeri, massa kemudian bergerak menuju Kejaksaan Negeri Rote Ndao. Di lokasi tersebut, kekecewaan mereka memuncak dengan melakukan aksi bakar atribut sebagai simbol protes keras terhadap penegakan hukum yang dianggap tidak adil.
Meski diwarnai ketegangan, aparat keamanan tetap melakukan pengamanan ketat. Hingga sore hari, aksi berlangsung kondusif dan tidak berkembang menjadi bentrokan.
(Indah Fiah)