Terlintas Ingin di Suatu Sore

Oleh: Devita Andriyani

Sore itu hembusan angin menyapaku. Kurasakan sore itu begitu terasa damai di hati. Kupejamkan mataku. Kulepaskan beban pikiranku setelah seharian sibuk bekerja sebagai seorang cleaning service di salah satu kampus kota Salatiga. Sesekali mataku terbuka lebar mengamati beberapa mahasiswa yang ada di kampus.Mereka berjalan masuk ke kampus satu per satu. Ada yang tampak berjalan cepat. Dan ada yang berjalan santai. Mereka berjuang untuk menimba ilmu demi menggapai cita-cita.

Melihat pemandangan sore itu aku tenggelam dalam lamunan. Aku berpikir terlalu jauh. Aku ingin menjadi seperti mereka. Aku ingin dekat dengan orang-orang yang berpendidikan. Keinginan memiliki hidup seperti mereka bagiku sesuatu yang wajar. Sebagai manusia pasti punya keinginan. Keinginanku yang kadang seperti terlalu tinggi membuatku terkadang minder melihat mereka. Merasa hidup tak seberuntung dengan mereka.

“Ingin rasanya aku seperti mereka. Memakai baju bermerk. Memakai sepatu bermerk. Memakai tas bermerk. Dan bisa dikenal oleh dosen-dosen sebagai mahasiswa. Rasanya bahagia bisa menjadi seperti mereka. Kapan aku seperti mereka? Kapan aku bisa mendapat pendidikan lebih tinggi?”

Pertanyaan demi pertanyaan itu terus saja melewati lorong-lorong pikiranku. Semua itu belum bisa terjawab. Hanya akan terjawab jika aku melakukan suatu langkah untuk meraih itu semua. Namun pada hari ini aku hanya mampu untuk melangkah sampai titik ini. Menjadi seorang cleaning service yang bukan impianku. Aku melakukan ini karena semua demi adikku Laras. Keinginan untuk melanjutkan pendidikan lebih tinggi tidak mampu. Hal ini karena kedua orang tuaku sudah meninggal. Saat itu aku masih duduk dibangku kelas tiga SMP. Kedua orang tuaku ditabrak mobil saat mengendarai sepeda motor.

Kepergian orang tuaku itulah yang akhirnya membuat keputusan ingin bekerja. Lulus dari bangku SMP aku melamar pekerjaan sebagai seorang cleaning service di salah satu kampus terkenal di kota Salatiga. Tak usah menunggu waktu lama, setelah melamar pekerjaan aku mendapat panggilan untuk kerja. Keputusan untuk bekerja bagiku adalah yang terbaik. Aku melakukan ini untuk Laras. Laras adalah adikku satu-satunya. Untuk masa depan terbaik laras aku mengalah.Meski sebetulnya ada keinginan aku melanjutkan sekolah yang lebih tinggi. Tapi keinginanku akhirnya harus terkubur.

Aku tidak malu menjalani pekerjaan sebagai seorang cleaning service. Aku bisa menerima semua ini. Meski pekerjaan ini tidak membutuhkan ijazah pendidikan yang tinggi. Aku berusaha lakukan terbaik. Karena prinsipku adalah apapun yang diperbuat lakukan semua untuk Tuhan.

Aku cukup mampu bertahan bekerja di tempat ini. Sudah lima tahun bekerja di sini. Bertambah teman dan pengalaman baru. Pak Diar sesama teman cleaning service, Bu Indri staf admin di kantor Balairung kampus. Hingga ada beberapa satpam kampus yang berteman denganku. Pengalaman–pengalaman bertemu dengan berbagai teman membuat aku belajar banyak hal. Belajar untuk tidak memandang perbedaan. Setiap bertemu dengan mereka selalu senang rasanya.

Sebelum bekerja aku selalu berdoa mohon kekuatan dan kesabaran. Aku mau melakukan ini dengan pimpinan Tuhan. Agar semua bisa berjalan dengan baik. Hingga hari aku lakukan dengan ikhlas. Semua hanya demi Laras. Laras saat ini menempuh pendidikan sampai kelas enam SD masih perlu banyak belajar. Butuh pendidikan untuk bekal bagi masa depan. Aku selalu dukung Laras. Supaya terus belajar.

Laras memang masih perlu dukungan dari orang – orang terdekat. Dan akulah kakak satu-satunya yang harus selalu mendukungnya. Aku selalu berkata pada adikku tiap pagi agar rajin belajar. Ia tidak boleh malas-malasan.

“Laras kamu harus tekun belajar. Karena dengan belajar kamu akan jadi orang berguna suatu hari nanti. Kakak berharap kamu jangan pernah patah semangat. Jangan bandingkan diri kita dengan dengan orang lain. Karena itu hanya akan membuatmu iri. Belajarlah yang baik bukan karena mendapat tugas dari Gurumu. Tapi belajarlah tanpa henti karena kamu membutuhkan ilmu. Kakak percaya kamu bisa melakukan tugasmu itu. Kakak percaya kamu bisa jadi bintang dalam keluarga ini,” ucapku mendukung Laras untuk maju.

Aku selalu mengatakan ini pada Laras setiap pagi. Sebelum Laras pergi ke sekolah. Sebagai kakak bagiku penting memberi pesan yang membuatnya terus maju. Dan hidup untuk terus berjuang. Aku selalu berusaha memberi perhatian terbaik.

Setiap kali melakukan pekerjaan sebagai cleaning service terkadang aku teringat akan kata-kata salah satu temanku. Kata-kata teman seperjuangan masa SMP. Temanku itu bernama Arya. Ia pernah berkata bahwa aku itu bodoh. Aku itu orang yang salah ambil keputusan. Memilih bekerja sebagai cleaning service demi adikku. Ya aku kerap teringat akan kata teman-temanku seperjuangan semasa SMP.

“Arya kamu itu bodoh! Kenapa kamu bekerja sebagai cleaning service demi adikmu ?. Kenapa kamu tidak sekolah lagi sambil kerja ? Adikmu suruh sekolah sambil kerja saja!”

Kata-kata itu masih saja teringat hingga kini. Aku merasa diriku dihina. Aku merasa Fahmi memojokkanku. Tapi aku berusaha memaafkannya. Aku berusaha ikhlas. Ia tak tau kehidupanku. Aku hidup di rumah kontrakan. Ada banyak biaya yang harus dikeluarkan.

Tapi begitulah hidup aku tak bisa menghentikan orang berkata negatif. Yang bisa aku lakukan hanya menerima. Dengan segala kerendahan hati aku terima semua perkataan negatif itu. Karena hanya itulah yang mampu membuat aku kuat. Dan karena hanya itulah yang membuat aku mampu untuk tetap sabar menghadapi apapun.

Sampai hari ini aku hanya ingin berjuang. Berjuang untuk sesuap nasi. Berjuang untuk adikku. Karena hanya dengan berjuang itulah yang membuat aku semangat. Tetap melangkah dan berkarya. Meski ada banyak tantangan yang harus aku lakukan. Hanya Tuhan yang tau langkah hidupku. Hanya Dia yang mengerti. Aku tak perlu mengingat terus perkataan orang.

Di tahun ini usiaku menginjak ke dua puluh tahun. Aku ingin terus memberikan yang terbaik buat keluarga. Bagiku keluarga itu bagai tangan lain yang memegang erat saat akan terjatuh. Aku ingin memperjuangkan keluarga yang terbaik.

Lelah untuk berjuang itu pasti. Tapi hidup tanpa perjuangan seperti berhenti sebelum berperang. Aku tak mau dikalahkan dengan keadaan. Aku harus bisa mengalahkan keadaan. Aku hanya mau terus melangkah ketika tak ada seorangpun mendorong untuk lebih maju. Aku harus mampu menyemangati diri. Tidak terlalu bergantung untuk disemangati orang lain.

Karena kalau bukan diri sendiri yang memberi semangat, lalu siapa lagi?

 

 

*Biodata Penulis

Devita Andriyani, seorang wanita yang sudah jatuh hati dengan dunia kepenulisan sejak duduk di bangku SMA. Lahir di Salatiga, 6 Desember 1985. Hari-harinya dilalui dengan membaca cerita-cerita fiksi di media. Minatnya pada dunia kepenulisan membuahkan beberapa karya berupa cerpen yang pernah dipublish di media. Beberapa karyanya pernah dipublish beberapa media seperti : modernis.co, pratamamedia.com, penfighters.com, inspirasipagi.id, dimensipers.com. Untuk mengasah kemampuan menulisnya saat ini penulis tergabung dalam Komunitas Penulis Ambarawa (Penarawa). Penulis bisa dihubungi melalui email: eunikedevita@gmail.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *