Halaman SMAN 1 Fatuleu di Kecamatan Fatuleu, Kabupaten kupang kini terlihat lebih hijau dari sebelumnya. Di tengah halaman sekolah, berjejer polybag berisi tanaman lombok dan terung, sementara bedeng-bedeng sayur di depan setiap kelas juga terlihat hijau.
Pihak SMAN 1 Fatuleu memang mulai massif mengembangkan sejumlah potensi lokal tersebut sejak akhir Agustus 2025.
Kepada NTT Pos pada Jumat (24/10/2025) lalu, Plt. Kepala SMAN 1 Fatuleu, Aurelius Usa Naing, S.Si.,M.M. menyampaikan, dirinya senang dan optimis untuk mendukung agenda Pemerintah Provinsi NTT yang mengarahkan tiap satuan pendidikan agar mengembangkan potensi lokal. Karena selain memberi kesempatan pada siswa untuk belajar memahami dan mengelola potensi lokal yang tersedia agar bisa mandiri selepas sekolah, Aris juga mengakui ada dukungan luar biasa dari rekan-rekan gurunya untuk mengembangkan potensi lokal yang bisa diintegrasikan dalam kegiatan pembelajaran di sekolah.
Karena itu, setelah ditunjuk sebagai Plt. Kepala Sekolah pada pertengahan Agustus 2025, Aurelius yang akrab disapa Aris langsung bergerak cepat bersama rekan-rekan gurunya membenahi instalasi air untuk memudahkan air dari Perusahaan Air Minum (PAM) terdistribusi merata di seluruh bagian sekolah.
Air dari PAM kini telah mengalir lancar ke seluruh sudut sekolah, mulai dari kamar mandi dan WC hingga ke titik-titik keran di depan setiap kelas. Kebun sekolah dan kebun kelas kini menghijau karena air relatif tersedia melimpah.
Saat ini, lebih seribu tanaman lombok dan terung dalam polybag yang ditempatkan berjejer di halaman tengah sekolah. Sesuai penjelasan Aris, kedua jenis tanaman tersebut memang dirawat secara kolektif, baik oleh para murid yang berjumlah tak sampai 700, juga oleh para guru. Polybag dan bibit tanaman disiapkan oleh sekolah, sementara tiap siswa dan guru diberi tanggung jawab untuk menanam dan merawat dua anakan, masing-masing 1 pohon terung dan 1 pohon lombok.

 
  
 
Sementara tanaman sayuran dibudidaya di depan tiap kelas, oleh para siswa yang dikoordinir wali kelas mereka. Ada beragam jenis sayuran yang dikembangkan. Ada sayur kangkung dan sawi. Di dalam sejumlah bedeng sayur itu juga ada labu, ketimun, dan juga pare. Sebab, meski pihak sekolah menyiapkan bibit tanaman, sejumlah guru dan siswa juga secara sukarela membawa bibit tanaman sayuran dari rumah mereka.
Sesuai informasi yang diperoleh dari sejumlah guru dan siswa, meski aksi tanam baru mereka mulai secara efektif di akhir Agustus 2025, seluruh bedeng sayur yang dikelola para siswa di depan masing-masing kelas itu sudah menghasilkan. Ada kelas yang bedeng sayurnya bahkan sudah dua kali dipanen.

 
  
 
Karena sama sekali tidak menggunakan bahan kimia, cerita Aris, sayuran yang dipanen dari bedengan kebun kelas itu langsung habis diborong para guru. Hasil penjualan dibagi jadi dua bagian. 75 persen untuk kas kelas, sementara 25 persen diserahkan kepada sekolah untuk dijadikan sebagai bagian dari pendapatan sekolah.
Melihat hasil kebunnya baik, Aris bahkan telah menjalin komunikasi dengan pihak pengelola dapur Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang berlokasi tak jauh dari sekolah. Aris berharap hasil kebun mereka nanti bisa dibeli oleh dapur MBG tersebut.
Lebih lanjut Aris menyampaikan, kegiatan mengelola kebun sekolah kini mulai terintegrasi dalam kegiatan pembelajaran. Aris bersama sejumlah rekan gurunya sudah berupaya agar pengelolaan kebun sekolah juga masuk dalam kegiatan intrakurikuler. Saat ini, jelas Aris, setiap guru mata pelajaran sudah mendesain kegiatan pembelajaran agar minimal ada satu pertemuan di tiap mata pelajaran yang membahas terkait potensi lokal yang sementara dikembangkan di kebun sekolah atau kelas.
Aris juga menyampaikan, mereka kini mengupayakan agar pada semester mendatang, pengelolaan potensi lokal juga masuk dalam kegiatan kokurikuler yang dilaksanakan melalui proyek kolaborasi antar semua guru. Potensi lokal yang akan dikembangkan dalam kegiatan kokurikuler, jelas Aris, adalah pepaya jenis California. Rencana untuk mengembangkan pepaya California juga didasarkan pada kebutuhan untuk program MBG yang saat ini sudah mulai rutin berjalan di Kecamatan fatuleu.
Aris juga mengungkap hal menarik yang didapatinya, yakni keberadaan kebun sekolah, terutama kebun di depan kelas, ternyata membuat para siswa cenderung menyalurkan perhatian dan energi mereka untuk mengurusi tanaman ketika ada waktu kosong. Aris mengungkapkan, di tahun-tahun sebelumnya, biasanya pada bulan Oktober saat puncak musim kemarau pihak sekolah selalu mengurus banyak kasus pertengkaran dan perkelahian antar siswa. Saat ini, sesuai pengamatan Aris, anak-anak cenderung sibuk dan fokus mengurus kebun kelas sehingga bulan Oktober tahun ini hampir dilewati tanpa terjadi satupun kasus perkelahian.
Aris mengakui, melalui kegiatan pengembangan potensi lokal, para siswa tidak hanya belajar bahwa potensi lokal di sekitar mereka dapat menghasilkan sesuatu yang bernilai ekonomi, tetapi juga menemukan kesibukan yang positif dan produktif yang sekaligus mempererat hubungan sosial di lingkungan sekolah.
(Simon Seffi)

 
																						





